Sulitnya bertahan di Timnas Indonesia kata Asnawi mangkualam. Harus siap mental hadapi heters. Bisa dibilang sejak usia 10 tahun, Asnawi Mangkualam sudah mewakili Indonesia. Waktu itu, Asnawi bermain untuk SSB Hasanuddin yang jadi pemenang Danone Cup di Indonesia.
Nama Asnawi Mangkualam Bahar tak bisa lepas dari skuat Timnas Indonesia. Pemain Port FC, Thailand itu sudah membela negara sejak di kategori kelompok usia. Hingga menjabat sebagai kapten di timnas senior.
Sulitnya Bertahan Di Timnas Indonesia Ini Sebabnya
Butuh kerja ekstra keras untuk menjaga performa agar tetap stabil. Namun, berada di Timnas Indonesia dalam waktu yang lama tidak mudah. Seperti yang disampaikan Asnawi dalam sebuah wawancara di kanal youtube pemain naturalisasi, Marc Klok.
“Saya mungkin bisa pemain besar. Tapi untuk bertahan di timnas Indonesia bukan hal yang mudah,” katanya. “Saya bertahan sejak kelompok usia hingga sekarang. Karena ayah selalu berkata, selalu bantu memberi motivasi. Sering saya dibilang main jelek, kurang begini, harusnya begitu. Tapi itu jadi motivasi dan membuat saya berkembang,” tegasnya.
“Usia saya masih 10 tahun waktu itu. Tidak ada target, karena masih kecil hanya berfikir untuk liburan,” kenangnya. Main di Santiago Bernabue, Madrid. Pengalaman pertama di turnamen besar. Itu seperti Piala Dunia U-12.
Karena ayahnya merupakan mantan pesepakbola profesional yang terjun di dunia kepelatihan. Dia menggembleng Asnawi sejak kecil. Tapi justru dari ajang itu, bakatnya terus berkembang. Tentu tak lepas dari peran sang ayah, Bahar Muharram.
“Kalau saya tidak main bagus, takut pulang ke rumah. Gak boleh masuk ke dalam. Pasti ayah menunggu didepan rumah. Tetap di luar pintu. Itu terjadi berkali-kali. Itu terjadi waktu main di PSM musim 2017. Karena itu, kalau sedang main tidak bagus, saya memilih tetap di mess,” katanya.
Ketika Asnawi bermain buruk, dia mengaku tidak berani pulang. Karena ayahnya tidak mengijinkan dia untuk masuk ke rumah. Sang ayah bisa dibilang sangat keras kepada Asnawi.
Ketika Asnawi membela timnas atau bermain di Korea Selatan, ayahnya punya cara lain untuk mendidiknya. Setelah pertandingan, Ayahnya selalu menelpon. “Selalu telepon setelah pertandingan. Tanya kenapa saya main seperti ini dan itu. Karena setelah pertandingan kalau sedang main tidak bagus, pasti tambah stres,” imbuhnya lalu tertawa.
Baca berita lainnya hari ini : Singapore Open 2024 Kata Gintiing Stelah Digebuk Pemain Non Unggulan